CATATAN SINGKAT MEMAHAMI
HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
(Kholis PTA Palu)
- A.HUKUM PERDATA ISLAM PRA KEMERDEKAAN
Perkembangan hukum Islam di Indonesia dimulai sejak masuknya Islam ke Indonesia. Sebagian sejarawan mengtakan masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke 7 Masehi atau abad ke 1 Hijriyah melalui pulau Sumatera.Inilah dimulainya titik awal dakwah kemudian berdirilah kerajaan Islam pertama di Indonesia pada abad ke 13 dikenal dengan nama Samudera Pasai yang terletak di Aceh Utara, kemudian berdiri pula kesultanan Malaka.
Perkembangan selanjutnya berdirilah di pulau Jawa, berdirilah kesultanan Demak, Mataram dan Cirebon. Di Sulawesi dan Maluku berdiri kerajaan Gowa dan Kesultanan Ternate dan Tidore. Perkembangan hukum Islam di Indonesia merupakansalah satu ekses dari perubahan sosial dan politik yang terjadi dalam masyarakat Indonesia.
- B.HUKUM PERDATA ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
Pasca kemerdekaan Indonesia ditandai dengan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, hukum Islam mendapatkan tempat yang cukup bagus dalam sisitem hukum di Indonesia. Akan tetapi perkembanganya tertatih-tatih, hal ini disebabkan pengaruh politik Hindia Belanda, hanya saja dalam perkembangannya dikemas sebagai prinsip-prinsip Islam dengan prinsip-prinsip nasional. Sebagai contoh pada saat proses legislasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga Undang-Undang lain yang ada titik singgungnya dengan Islam, misalnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi selalu ada penolakan dari para legislator yang berwenang melahirkan Undang-Undang.
- C.DIANTARA HUKUM PERDATA ISLAM: TENTANG PENGANGKATAN ANAK.
Secara etimologi kata pengangkatan anak sama artinya dengan kata adoptie yang berasal dari bahasa Belanda atao adoption yang berasal dari bahasa Ingris. Anak yang diadopsidisebut anak angkat dan peristiwa hukumnya disebut pengangkatan anak.
Ada beberapa pendapat tentang definisi pengangkatan anak, diantaranya:
- Wahbah Al Zuhaili: bahwa pengangkatan anak adalah mengambil anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya kemudian anak itu dinasabkan terhadap dirinya.
- Suryono Wignodipuro: bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarganya sendiri sehingga antara orang tua angkat dengan anak angkat timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti anak kandung sendiri.
- Mahmud Syaltut:bahwa ada dua pengertian pengangkatan anak. Pertama: mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang tanpa diberikan status anak kandung kepadanya. Kedua: mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai anak kandung.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak angkat adalah: anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Pengertian Pengangkatan anak menurut Mahmud Syaltut yang pertama tadi dapat diterima sebagai bagian dari bentuk amal shaleh yang sangat dianjurkan Islam, dengan demikian pengangkatan yang demikian tidak bertentangan dengan asas hukum Islam.
- Prinsip Umum Pengangkatan anak.
Norma pengangkatan anak bagi umat Islam di Indonesia masih bersifat dualisme yaitu di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menyebutkan: Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Tetapi kemudian ada ketentuan lain dalam Undang-Undang yang menentukan bahwa terhadap perkara perdata tertentu menjadi kewenangan pengadilan lain termasuk Pengadilan Agama. Apabila kedua asas tersebut berhadapan, maka secara lex specialis ketentuan khusus itu harus diutamakan keberlakuannya. Dalam hal ini berlaku asas Lex Specialis Derogaad Lex Generalis (ketentuan yang lebih khusus mengesampingkan ketentuan yang bersifat umum).
Ketentuan khusus dimaksud termasuk juga mengenai pengangkatan anak sebagaimana tercantum dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berbunyi: Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaiakan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang Perkawinan, Waris, Wasiyat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infak, Sedekah dan Ekonomi Syariah. Dalam penjelasan Pasal 49 tersebut khusus mengenai Perkawinan, mencakup didalamnya ada 22 perkara perdata Islam salah satunya mengenai Pengangkatan Anak.
- Prinsip Hukum Islam Dalam Pengangkatan Anak.
Kebiasaan pengangkatan anak merupakan tradisi yang sudah ada sejak jaman jahiliyah dan dibenarkan diawal kedatangan Islam. Bahkan Rasululloh saw pernah mengangkat anak yang bernama Zaid bin Haritsah sebelum beliau diutus sebagai nabi. Kemudian Alloh Swt menurunkan larangan dalam QS. Al Ahzaab (33):4
- ..............وَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۤءَكُمْ اَبْنَاۤءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ ٤
Artinya:
Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Dan Alloh mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Imam Ibnu Katsir berkata: sesungguhnya ayat ini turun (untuk menjelaskan) keadaan Zaid bin Haritsah, bekas budak Rasululloh saw sebelum dianggat menjadi nabi, Rasululloh saw mengangkatnya sebagai anak, sampai-sampai dia dipanggil Zaid bin Muhammad. Maka Alloh ingin memutuskan pengangkatan anak ini dan menisbatkannya (kepada selain ayah kandungnya). Alloh juga berfirman dalam QS. Al Ahzaab (33):40
مَاكَانَمُحَمَّدٌاَبَآاَحَدٍمِّنْرِّجَالِكُمْوَلٰكِنْرَّسُوْلَاللّٰهِوَخَاتَمَالنَّبِيّٖنَۗوَكَانَاللّٰهُبِكُلِّشَيْءٍعَلِيْمًا ࣖ ٤٠
Artinya : Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Dapat difahami bahwa firman Alloh ini telah dengan tegas menghapuskan kebolehan adopsi anak yang dilakukan di jaman jahiliyah dan awal Islam. Ststus anak angkat dalam Islam berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan hukumnya.
Akibat hukum pengangkatan anak menurut hukum perdata Islam :
- Tidak diperbolehkan mengubah ” bin ” kepada selain bapak kandungnya. Berdasarkan QS. Al Ahzaab (33): 5
اُدْعُوْهُمْلِاٰبَاۤىِٕهِمْهُوَاَقْسَطُعِنْدَاللّٰهِ ۚ فَاِنْلَّمْتَعْلَمُوْٓااٰبَاۤءَهُمْفَاِخْوَانُكُمْفِىالدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ ۗ...........
Artinya:
Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.607)……..
- 2.Anak angkat tidak mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya. Pada jaman sebelum Islam dan awal Islam anak angkat mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya. Akan tetapi dalam praktek peradilan dan dalam perkembangan hukum di Indonesia, anak angkat berhak atas wasiyat wajibah dengan mendapatkan bagian waris tidak lebih dari sepertiga dari tirkah.
- Status anak angkat yang berasal bukan dari keluarga atau bukan karena adanya hubungan rodlo’ah, statusnyabukan mahram bagi orang tua angkatnya.
- 4.Bapak angkat boleh menikahi bekas isteri anak angkatnya. QS. Al Ahzaab (33): 37
وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُ ۗ فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْٓ اَزْوَاجِ اَدْعِيَاۤىِٕهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًاۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ مَفْعُوْلًا ٣٧
Artinya:
Dan (Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankan istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak untuk engkau takuti. Maka, ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila mereka telah menyelesaikan keperluan terhadap istri-istrinya. Ketetapan Allah itu pasti terjadi.
Akibat hukum pengangkatan anak menurut hukum perdata barat (burgelijk wetboek):
- Hubungan darah, berganti bin orang tua angkatnya.
- Hubungan waris, tidak mendapatkan waris dari orang tua kandungnya, tetapi menerima waris dari orang tua angkatnya.
- Hubungan perwalian, putus hubungan perwalian dengan orang tua kandungnya dan beralih ke orang tua angkatnya.
- Hubungan marga, gelar dan kedudukan adat, anak angkat tidak akan mendapatkan marga, gelar dan kedudukan adat dari orang tua kandung, melainkan dari orang tua angkat.
- Landasan Yuridis Pengangkatan Anak di Indonesia.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
- Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979 tentang Pengangkatan Anak
- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan SEMA Nomor 2 Tahun 1979 tentang Pengangkatan Anak
- Prasyarat dan Tata Cara Pengangkatan Anak.
- Menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.
- Hanya untuk kepentingan terbaik anak.
- Tidak memutuskan hubungan darah dengan orang tua kandungnya.
- Calon orang tua angkat harus seagama dengan anak angkatnya.
- Pengangkatan anak oleh orang asing hanya sebagai upaya terakhir.
- Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
- Menurut Pasal 12 dan 13 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007
- Usia anak belum 18 tahun.
- Calon orang tua angkat sehat jasmani dan rohani berumur paling rendah 30 tahun.
- Beragama sama dengan agama calon anak angkat.
- Berkelakuan baik dan belum pernah dipenjara karena melakukan kejahatan.
- Sudah pernah menikah paling singkat 5 tahun.
- Tidak merupakan pasangan sejenis.
- Tidak mempunyai anak atau hanya mempunyai 1 orang anak.
- Dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial.
- Memperoleh ijin dari orang tua atau wali calon anak angkat.
- Telah merawat calon anak angkat paling singkat 6 bulan.
- Memperoleh ijin Menteri dan/ atau kepala instansi sosial.
- Menurut Pasal 19 dan 20 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007
- Secara adat sesuai kebiasaan masyarakat yang bersangkutan.
- Diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan.
- D.KESIMPULAN
- Mengangkat anak merupakan bagian dari amal sholeh, bukan saja karena tidak atau belum mempunyai keturunan semata tetapi dengan niat membantu orang lain yang mungkin tidak mampu secara ekonomi atau karena keshalehansosial.
- Agar umat Muslim dalam mengangkat anak memperhatikan ketentuan QS. Al Ahzaab : 4–5.
- Anak angkat berhak atas bagian waris dengan jalan wasiyat wajibah, sebanyak-banyaknya 1/3 bagian dari tirkah.